Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidak patuhan masyarakat meminum obat filariasis dalam upaya pencegahan penyakit filariasis di desa titih kenagarian padang tarok tahun 2014

AULIA RAHMADANI, AULIA RAHMADANI (2014) Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidak patuhan masyarakat meminum obat filariasis dalam upaya pencegahan penyakit filariasis di desa titih kenagarian padang tarok tahun 2014. Skripsi thesis, STIKes PERINTIS PADANG.

[img] Text
10 AULIA RAHMADANI.pdf

Download (2MB)

Abstract

AULIA RAHMADANI(10): 10103084105497 .1 Latar Belakang Filariasis atau Elephantiais atau disebut juga penyakit kaki gajah adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filarial yang penularanya melalui gigitan berbagai jenis nyamuk. Diperkirakan penyakit ini telah menginfeksi sekitar 120 juta penduduk di 80 negara, terutama didaerah tropis dan daerah subtropics. Penyakit filariasis bersifat menahun (kronis ) dan bila tidak mendapatkan pengobatan dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembengkakan kaki, lengan, payudara, dan alat kelamin baik pada wanita maupun pria. Meskipun filariasis tidak menyebabkan kematian, tetapi merupakan salah satu penyebab timbulnya kecacatan, kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainya. ( Depkes RI, 2004) Filariais atau dengan nama lain penyakit kaki gajah ( elephantiasis ), termasuk salah satu jenis penyakit yang mendapat perhatian khusus di dunia kesehatan. Walupun jarang mengakibatkan kematian, pada stadium lanjut penyakit ini dapat menjadikan seseorang menderita cacat fisisk permanen hingga menimbulkan dampakyang signifikan, terutamadi tengah masyarakat Negara berkembang di daerah tropis,maupun sub tropis yang justru tengah didera permasalahan sosial ekonomi. Hasil survei laboratorium, melalui pemeriksaan darah jari, rata-rata Mikrofilaria rate kurang dari 1%, berarti sekitar 6 juta orang sudah terinfeksi cacing filaria dan sekitar 100 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk tertular karna nyamuk penularanya tersebar luas. ( Depkes RI, 2005) Filaria limfatik yang terdiri dari Wuchereria bancrofi ,brugia malayi, brugia timori merupakan spesies cacing filarial yang ditemukan di Dunia. Penyebaranya tergantung dari 10 spesiesnya. Wuchereria bancrofi tersebar luas diberbagai Negara tropis dan subtropics, menyebar mulai dari Spanyol sampai di Brisbane, Afrika dan Asia dan Negara-negara di pasifik barat. ( Sudomo, 2008). Deteksi filaria bergantung pada keberadaan cacing stadium microfilaria dalam darah tepi, atau dikenal dengan istilah periodisitas. Uniknya, periodisitas filarial ditemukan diantara pukul 10 malam hingga pukul 2 pagi (nocturnal ), sehingga pengambilan sampel darah pun harus dilakukan malam har. Disamping itu, larva aktif baru ditemukan 6-12 bulan setelah sesorang terinfeksi filarial, dan manifestasi filariasis baru terlihat ± 4 tahun kemudian, sehingga deteksi dini untuk kasus ini cukup sulit ditegakkan. Pemeriksaan laboratorium seperti identifikasi antigen filarial dengan teknis ELISA atau rapid immune-chromatography card sebenarnya dapat pula dilakukan, namun teknik ini selain rumit, juga sering memberikan false positif teknik diagnosis (Depkes RI 2009). Pada tahun 2010 dilaporkan lebih dari 1 milyard penduduk dunia memiliki resiko menderita filariasis. Lebih dari 120 juta orang dari 80 negara telah terinfeksi filaria, bahkan ribuan desa di 26 propinsi di Indonesia dinyatakan endemis. Karna itulah WHO mencanangkan kesepakatan global untuk memberantas penyakit ini dengan mengangkat tema The Global Of Elimination Of Lymphatic Filariasis As A Public Healt Problem By The Years 2020. Pada tahun 2004, Filariasis telah menginfeksi 120 juta penduduk di 83 negara diseluruh dunia. Terutama di negara-negara tropis dan beberapa Negara subtropis .WHO Mencatat filariasis sebagai penyakit cacat nonor 2 di dunia setelahpenyakit kelainan mental ( Wijayanto, 2004). Filariasis di Indonesia tersebar luas hamper di semua propinsi. Berdasarkan dari hasil survey cepat yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI pada tahun 2000 yang lalu, tercatat sebanyak 1.553 desa di 647 puskesmas, di 231 kabupaten, di 26 propinsi merupakan lokasi yang endemis, denganjumlah kasus kronis 6.500 orang dengan microfilaria rate 3,1% atau sekitar 100 11 juta orang mempunyai resiko tinggi untuk ketularan karna nyamuk penularnya tersebar luas. Di Indonesia ditemukan 3 jenis parasit nematoda penyebab filariasis limfatik pada manusia yaitu Wuchaira bancrofi, brugia malayi, dan brugia timori. Parasit ini tersebar di seluruh kepulauan Indonesia oleh berbagai spesies nyamuk yang termasuk dalam genus aedes, anopheles, culex, mansonia ( Gandahusada , 2001) Sumatera Barat merupakan salah satu propinsi di Sumatera yang mempunyai kasus filariasis kronis yang tinggi yaitu 150 orang ( Dinas Kesehatan Propinsi Sumatera Barat, 2006).sedangkan untuk kabupaten 50 kota sendiri berdasarkan laporan tahunan dinas kesehatan kabupaten 50 kota tahun 2007 didapatkan peningkatan penderita klinis kasus filariasis dari 5 orang pada tahun 2006 menjadi 19 orang pada tahun 2007. Hal ini mesenunjukan peningkatan kejadian yang drastic sebanyak 14 orang dari tahun 2006 sampai tahun 2007. Untuk mengatasi permasalahan filariasis di Indonesia, telah dicanagkann program eliminasi filariasis oleh mentri kesehatan RI pada tahun 2002. Program eliminasi filariasis bertujuan memutuskan mata rantai penularan filariasis melalui pengobatan masal sehingga terjadi pengurangan drastic microfilaria darah tepi yang pada akhirnya dapat mengurangi potensi penularan filariasis oleh vector nyamuk. Secara keseluruhan jumlah penderita filariasis di Indonesia sampai dengan tahun 2008 mengalami peningkatan. Pada tahun 2005 ada 8.243 dan meningkat menjadi 11.699 pada tahun 2008. Ada 3 propinsi di Indonesia dengan kasus terbanyak berturut-turut, yaitu Nanggroe aceh darusalam, NTT,dan papua (Depkes RI 2009). Program eliminasi filarisis merupakan salah satu program prioritas nasional pemberantasan penyakit menular sesuai dengan peraturan presiden Republik Indonesia nomor 7 tahun 2005 tentang rencana pembangunan jangka menegah nasional tahun 2004-2009. Tujuan umum dari 12 program eliminasi filariasis adalah filariasis tidak menjadi masalah kesehatan masyrakat di Indonesia tahun 2020.sedangkan tujuan khusus program adalah menurunya angka microfilaria menjadi kurang dari 1% disetiap Kabupaten , mencegah dan mengatasi kecaccatan karena filariasis. Program ini dilakukan dengan bertahap lima tahun yang dilmulai tahun 2010-2014 Pemberian obat secara masal untuk penceghan filariasis pencapaianya adalah upaya memutus rantai penularan dilakukan dengan POMP Filariasis dengan obat dosis tunggal DEC ,albendazol dan paracetamol. Sampai tahun 2009 hanya 97 kabupaten yang melaksanakan POMP filariasis dengan sekitar 19 juta orang minum obat. Hambtanya adalah belum semua daerah endemis melaksanakan POMP filariasis karna masih kurngnya komitmen pemda untuk memberikan dukungan dana operasional serta masih adanya daerah endemisyang melaksanakan POMP filariasis hanya pada sebagian penduduk di kabupaten. Faktor-faktor yang berhubungan dengan ketidakpatuhan masyarakat minum obat filariasis diantaranya adalah tindakan seseorang yang bisa diamati berupa tindakan minumobat atau tidak minum obat diantaranya adalah keturunan dan lingkungan. Perilaku dan gejala yang tampak pada kegiatan organism dipengaruhi oleh faktor genetic dan lingkungan merupakan penentu perilaku manusia. Sedangkan lingkungan dibentuk melalui suatu proses dan berlangsung dalam interaksi manusia dengan lingkunganya. Faktor yang menyebabkan ketidakpatuhan masyarakat minum obat filariasis diantaranya: Menurut La Greca dalam Smeat 1994, anak-anak mempunyai tingkt kepatuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan remaja, meskipun anak-anak mendapatkan informasi yank kurang. Untuk penderita lanjut usiauntuk kepatuhan dapat dipengaruhi oleh daya ingat yang berkurang di tambah lagi apabila penderita lanjut usia tinggal sendiri . Menurut Dunbar dan Wazsak dalam 13 Smeat 1994 ketaatan dan kepatuhan pengobatan pada anak-anak dan remaja dan dewasa adalah masa. Menurut Taylor dalam Smeat 1994 orang dewasa cenderung patuh minum obat karena mengikuti semua anjuran dokter. ( Hutabarat. 2008 ). Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2005) mengungkapkan bahwa kepatuhan minum obat dalah tindakan nyata yang dapat dipengaruhi oleh faktor dari dalam diri antara lain pendidikan. Menurut Notoatmodjo dalam Hutabarat 2008 pendidikan menuju kepada suatu perubahan yaitu mengubah perilaku menuju arah yang diinginkan sehingga tujuan pendidikan kesehatan adalah mengubah perilaku dari yang merugikan atau tidak sesuai dengan norma kesehatan menuju perilaku yang menguntungkan atau sesuia dengan norma kesehatan. Smeat dalam hutabarat (2008) menggungkapkan bahwa penderita dengan pendidikan rendah dan kecerdasan yang terbatas perlu penanganan yanglebih teliti dalam intruksi tata cara penggunaan obat baik dan benar karna pendidikan yang rendah akan mengaggap aturan minum obat 3 X 1 hari sama dengan 1 X 3 sehingga obat untuk satu hari diminum sekaligus. Menurut Notoatmodjo 2008, pengetahuan adalah suatu hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan suatu objek tertentu melalui indera penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan dan perabaan. Sebagian besar pengetahuan maanusia diperoleh melalui proses melihat atau mendengar.selain itu melalui pengalaman dan proses belajar dalam pendidikan formal maupun nonformal. Pengetahuan pada manusia bertujuan untuk menjawab masalah-masalah kehidupan manusia dan merupakan dominan sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo 2008, sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap adalah suatu bentuk evaluasi, reaksi perasaan yang mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada suatu objek. 14 Menurut Azwar 2008 ketaatan minum obat diartikan sebagai usaha untuk mengendalikan perilaku apakah mengikuti apa yang dianjurkan oleh petugas untuk dilaksanakan untuk mencapai kesembuhan. keluarga sebagai unit terkecil dalam masyarakat mempunyai arti yang strategis dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas melalui lima tugas keluarga, yaitu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatan, merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan dan mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan secara tepat. Salah satunya di dalam keluarga yang memberikan dukungan keluarga adalah seorang kepala keluarga (ayah atau ibu) yang memiliki tugas untuk mengambil keputusan dalam hal apa pun. Menurut Nadirawati (2010), dalam penelitiannya didapatkan hasil bahwa keluarga telah menggunakan system pendukung yaitu dukungan sosial keluarga dalam membantu upaya perawatan penyakit filariasis. Hal itu dibuktikan lebih lanjut oleh Ryan dan Austin (dalam Friedman, 1998) bahwa adanya dukungan sosial yang adekuat berhubungan dengan penurunan Angka kematian akan mempercepat proses penyembuhan penyakit, dan pada lansia dapat meningkatkan kesehatan fisik, emosional, dan fungsi kognitif. Sarafino (1998), menyebutkan orang lain yang bisa memberikan dukungan sosial ini terdiri dari pasangan hidup seperti orang tua, saudara, anak, kerabat, teman, serta anggota dalam kelompok kemasyarakataan. Jenis dukungan sosial yang didapatkan oleh keluarga dan klien filariasis yaitu dukungan emosional, dukungan harga diri, dukungan informasional, dan dukungan instrumental. Efek samping obat filariasis Dalam penelitian Tomar dan Kusnanto (2007), dikatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya penurunan cakupan penggobatan filariasis adalah efek samping dari pengobatan teresbut. Efek samping yang tidak menyenangkan yang dirasakan masyarakat 15 seringkali mengakibatkan mereka tidak mau melanjutkan minum obat filariasis pada tahun berikutnya dan kadang menyebabkan traumaalasan utamanya tidak mau minum obat filariasis adalah takut efek samping dari obat filariasis ( Depkes RI, 2007). Efek samping yang dirasakan dapat berupa reaksi umum yang terjadi akibat repon imunitas individu terhadap matinya microfilaria. Reaksi yang timbul seperti sakit kepala, pusing, mual, muntah, sakit otot, sakit sendi lesu, pegal-pegal dan keluar cacing usus. Reaksi umum terjadi hanya pada 3 hari pertama setelah mengkonsumsi obat filariasis ( Depkes RI, 2007 ). Berdasarkan survei awal dari beberpa masyarakat, didapatkan bahwa dari 5 orang masyarakat 3 diantaranya mengatakan bahwa mereka takut minum obat yang bukan dari dokter, ada yang mengatakan setelah mereka meminum obat filariasis mereka mearsakan mual, muntah, pusing dan badan terasa mau demam setelah minum obat filariasis. Dikarenakan mereka tidak mengetahui tentang filariasis, manfaat obat filariasis serta dikarenakan mereka kurangnya pengetahuan, pendidikan, mengenai obat filariasis. Dan juga mengatakan tidak mau minum obat karena tidak merasa sakit dan tidak terkena filariasis, dan 2 diantara 5 orang tersebut tidak meminum obat filariasis karena umur mereka yang sudah lanjut usia dan tidak ada dukungan keluarga mereka untuk mengharuskan minum obat filariasis. Dalam kepatuhan meminum obat sikap positif diperlukan untuk mendukung kepatuhan minum obat. Sehubungan dengan masalah tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui fakto-faktor Yang Berhubungan Dengan Ketidak Patuhan Masyarakat Meminum Obat Filariasis Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Di Kenagarian Padang Tarok Tahun 2014. 16 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan masalah di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah Fakto-Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketidak Patuhan Masyarakat Meminum Obat Filariasis Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Pada Masyarakat Di Jorong Tith Kenagarian Padang Tarok Tahun 2014 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Fakto-Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketidak Patuhan Masyarakat Meminum Obat Filariasis Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis Pada Masyarakat Di Jorong Tith Kenagarian Padang Tarok Tahun 2014. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Diketahuinya disribusi frekuensi pengetahuan masyarakat mengenai filariasis dalam upaya pencegahan penyakit filariasis pada masyarakat di Desa Titih Kenagarian Padang Tarok Tahun 2014 b. Diketahuinya distribusi frekuensi pendidikan masyarakat minum obat filariasis dalam upaya pencegahan penyakit filariasis pada masyarakat di Desa Titih Kenagarian Padang Tarok Tahun 2014 c. Diketahuinya distribusi frekuensi dukungan keluarga masyarakat minum obat filariasis dalam upaya pencegahan penyakit filariasis di Deda Titih Kenagarian Padang Tarok Tahun 2014. 17 d. Diketahuinya distribusi frekuensi usia sikap masyarakat mengenai minum obat filariasis dalam upaya pencegahanpenyakit filariasis di Desa Titih Kenagarian Padang Tarok Tahun 2014. e. Diketahuinya hubungan pengetahuan masyarakat mengenai ketidak patuhan minum obta filariasis dalm upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Titih Kenagarian Padang Tarok. f. Diketahuinya hubungan pendidikan masyarakat mengenai ketidak patuhan minum obta filariasis dalm upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Titih Kenagarian Padang Tarok. g. Diketahuinya hubungan dukungan keluarga masyarakat mengenai ketidak patuhan minum obta filariasis dalm upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Titih Kenagarian Padang Tarok. h. Diketahuinya hubungan sikap masyarakat mengenai ketidak patuhan minum obta filariasis dalm upaya pencegahan penyakit filariasis di Desa Titih Kenagarian Padang Tarok. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Peneliti Penelitian ini di harapkan dapat menambah pengetahuan peneliti tentang riset keperawatan khususnya tentang Fakto- Faktor Ynag Berhubungan Dengan Ketidak Patuhan Masyarakat Meminum Obat Filariasis Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Filarisasis serta mengaplikasikan ilmu yang peneliti dapatkan dari bangku perkuliahan 18 1.4.2 Institusi Pendidikan Laporan hasil penelitian ini juga dapat diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau bacaan bagi para pengunjung perpustakaan sekolah tinggi ilmu kesehatan perintis Bukittinggi dalam menambah wawasan dan pengalaman mahasiswa untuk melakukan penelitian selanjutnya. 1.4.3 Lahan Hasil penelitian ini di harapkan juga bermanfaat bagi puskesmas dan khususnya masyarakat Di Kenagarian Padang Tarok, Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan pada masyarakat khususnya di Puskesmas Padang Tarok. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Ketidak Patuhan Masyarakat Meminnum Obat Filariasis Dalam Upaya Pencegahan Penyakit Filariasis yang meliputi pengetahuan, motivasi, pendidikn, dan umur Di Desa Titih Kenagarian Padang Tarok Pada Tahun 2014. Penelitian ini dilakukan pada bulan juli 2014 yang akan dilaksanakan di Desa Titih Kenagarian Padang Tarok. Dengan sampel 59 responden. Penelitian ini dilakukan dengan pengisian lembar kuesioner pada responden. Penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah penelitian Deskriptif Analitik. Alasan peneliti mengambil judul ini dan banyak peneliti menemukan masyarakat di Desa Titih kenagarian padang Tarok tidak mau meminum obat filriasis yang diberikan oleh petugas kesehatan. Survey awal dari 10 responden 8 diantaranya tidak mau meminum obat filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Subjects: R Medicine > RT Nursing
Divisions: Fakultas Ilmu Kesehatan > S1 Keperawatan
Depositing User: lena lena
Date Deposited: 21 Mar 2019 04:54
Last Modified: 19 Aug 2019 04:17
URI: http://repo.upertis.ac.id/id/eprint/212

Actions (login required)

View Item View Item