Faktor-faktor yang berhubungan dengan mekanisme koping klien Cherinic Kidney disease yang menjalani terapi hemoliadisis di ruang rawat inpap interne RSAM Bukttinggi tahun 2014

DEDI SUARDI, DEDI SUARDI (2014) Faktor-faktor yang berhubungan dengan mekanisme koping klien Cherinic Kidney disease yang menjalani terapi hemoliadisis di ruang rawat inpap interne RSAM Bukttinggi tahun 2014. Skripsi thesis, STIKes PERINTIS PADANG.

[img] Text
15 DEDI SUARDI.docx

Download (211kB)

Abstract

DEDI SUARDI (15): 12103084105124 .1. Latar Belakang Semakin meningkatnya arus globalisasi disegala bidang, perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan pada perilaku dan gaya hidup masyarakat, serta situasi lingkungan misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya polusi lingkungan. Perubahan tersebut tanpa disadari telah mempengaruhi terhadap terjadinya transisi epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus – kasus penyakit tidak menular. Penyebab terjadinya gagal ginjal 40% oleh karena diabetes melitus dan gaya hidup menyebabkan 1-2% penderita gagal ginjal meningkat setiap tahunnya (setyawati, 2007). Terutama pada masyarakat perkotaan saat ini cenderung tidak sehat seperti kurang olah raga, merokok, minum – minuman keras, makan makanan berlemak, dan berkolesterol tinggi (Nugraha, 2008). Selain itu meningkatnya usia dan penyakit kronis yang diderita seseorang seperti hipertensi atau diabetes melitus, ginjal cenderung akan menjadi rusak dan tidak dapat dipulihkan kembali. Keracunan gula akibat diabetes akan menyebabkan kerusakan nefron, yang disebut diabetic nephropaty. Sedangkan tekanan darah tinggi pada penderita hipertensi dapat merusak jaringan pembuluh darah ginjal. Kemunduran peran nefron secara bertahap dapat menjadi semakin parah bila mengkonsumsi obat – obatan untuk mengatasi penyakit kronis tersebut dalam jangka panjang, sehingga dapat memberikan efek samping pada ginjal dan mengakibatkan gagal ginjal (Alam & Iwan, 2007). Prosedur pengobatan yang digunakan untuk memperbaiki keadaan tersebut adalah melalui hemodialisa atau transplantasi ginjal dan susahnya pencarian donor ginjal, maka cara terbanyak yang digunakan yaitu hemodialisa (Iskandarsyah, 2006). Bagi pasien gagal ginjal, hemodialisa merupakan hal yang sangat penting karena hemodialisa merupakan salah satu tindakan yang dapat mencegah kematian. Namun demikian, hemodialisa tidak dapat menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal karena tidak mampu mengimbagi hilangnya aktifitas metabolik penyakit ginjal atau endokrin yang dilaksanakan oleh ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta terapi terhadap kualitas hidup pasien. Oleh karena itu, pada pasien yang menderita penyakit gagal ginjal harus menjalani dialisa sepanjang hidupnya (Smeltzer, Suzanne, Bare & Brenda, 2001). Menghadapi situasi yang seperti ini menimbulkan kecemasan, pola perilaku disebut mekanisme koping. Prevalensi gagal ginjal di Amerika Serikat pada tahun 2005 adalah 485.012, insiden kejadian penyakit gagal ginjal ini sebanyak 106.912 dan kematian yang disebabkan oleh penyakit gagal ginjal ini sebesar 167,3 kematian per 1000 pasien per tahun. Tercatat ada 341.319 klien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis dengan perincian sebagai berikut: yang melakukan hemodialisis di pusat hemodialisis sebanyak 312.057, hemodialis di rumah sebanyak 2.105, dan yang melakukan peritoneal dialisis sebanyak 25.895 (National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Disease, 2008). Menurut daftar tabulasi dasar (DTD) di rumah sakit indonesia, pada tahun 2005, gagal ginjal menempati urutan keempat dengan jumlah kematian 3.047 atau sekitar 3.16 % dan pada tahun 2007 gagal ginjal tetap menempati urutan keempat namun jumlah kematian bertambah menjadi 3.181 atau sekitar 3.41 %. Adapun klien yang menggunakan pelayanan khusus pada tahun 2005 sebanyak 11.219 dan pada tahun 2007 bertambah menjadi 137.118 pasien. Di DKI Jakarta sendiri pasien yang menjalani hemodialisis sebanyak 17.815 pasien (Depkes RI, 2008). Demikian juga di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi, dari studi pendahuluan di rumah sakit RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pasien yang datang untuk menjalani terapi hemodialisis selalu bertambah tiap tahunnya. Pada tahun 2011 pasien yang datang untuk menjalani terapi hemodialisis sebanyak 119 pasien dan pada tahun 2012 sebanyak 125 pasien. Sedangkan pada tahun 2013 sampai dengan bulan oktober sebanyak 118 pasien (RSUD Dr. Achmad Mochtar). Adapun reaksi yang muncul ketika seseorang didiagnosis penyakit gagal ginjal yang harus dilakukan dialisis diantaranya shock, tidak percaya, depresi, marah. Seseorang dengan penyakit gagal ginjal kronik tidak memikirkan bahwa mereka sakit dan berprilaku seperti kebiasaan sehari - hari. Masalah psikologis dan sosial harus diperhatikan karena gejala - gejala yang ditimbulkan dan juga ketidakmampuan karena sakit akan mengancam identitas, menyebabkan perubahan - perubahan dalam peran, mengubah citra tubuh dan mengganggu gaya hidup yang ada (Smeltzer et. al., 2007). Pada pasien yang menjalani terapi hemodialisis seringkali mengalami depresi. Rata – rata depresi yang dilaporkan antara 25% (Rodin & Voshart 1987) sampai 50% (Kutner et al 1985). Depresi menunjukkan hasil yang buruk pada pasien gagal ginjal kronik. Berkenaan ditemukannya hubungan antara depresi dan kelangsungan hidup, beberapa menampilkan bahwa depresi menunjukkan angka kelangsungan hidup yang rendah (Peterson et al. 1991, Kimmel 1992). Meskipun demikian, diperkirakan sekitar 20% atau lebih kematian pada pasien gagal ginjal kronik disebabkan karena penghentian dialisis, pengambilan keputusan didasari karena depresi atau ketidakpuasan terhadap hidup (Neu & Kjellstrand 1986, Mailloux et al.1993). Hilangnya fungsi ginjal membutuhkan terapi hemodialisis yang dapat mengakibatkan perubahan dalam hidup yang dapat membuat stres dan membutuhkan koping dalam mengatasinya (Welch & Austin 2001). Mekanisme koping yang digunakan oleh pasien hemodialisis di rumah sakit Hasan Sadikin Bandung pada tahun 2000 menurut Herwina adalah koping yang berpusat pada masalah sebanyak 26,83% yaitu konfrontasi dan perencanaan pemecahan masalah, koping yang berpusat pada emosi sebanyak 19,51% seperti mencari dukungan sosial, penerimaan, menjaga jarak, kontrol diri, penghindaran, dan penilaian positif dan yang menggunakan keduanya sebanyak 21,95% (Herwina, 2000). Sedangkan dari hasil wawancara pada 5 pasien yang menjalani terapi hemodialisis yang menjalani terapi hemodialisis di RSUD Dr. Achmad Mochtar di dapatkan koping yang digunakan diantaranya adalah penerimaan sebanyak 2 orang, penyangkalan sebanyak 2 orang, dan diam sebanyak 1 orang. Adapun perbedaan individu dalam bereaksi terhadap stres tergantung berbagai faktor seperti harapan akan self-efficacy, ketahanan psikologis, dukungan sosial, dan optimisme individu dalam mengahadapi stres yang ada (Nevid ,2005). Pertahanan psikologis bisa terlihat dari reaksi pertahanan jiwa terhadap ketergantungan dialisis berupa penginkaran, rasa marah, depresi, kompromi interpersonal, menerima kesalahan, isolasi, regresi, dan akhirnya menerima (Sadock, 1989 dalam Herwina, 2000). Perasaan kehilangan yang terjadi pada diri pasien tidak boleh diabaikan karena setiap aspek dari kehidupan normal yang pernah dimiliki pasien terganggu. Rasa kehilangan yang terjadi dapat menyebabkan rasa frustasi, marah, serta upaya untuk bunuh diri. Jika rasa marah tersebut tidak diungkapkan, mungkin perasaan ini akan diproyeksikan ke dalam diri sendiri dan menimbulkan depresi, rasa putus asa serta upaya bunuh diri, insiden bunuh diri meningkat pada pasien – pasien dialisis. Jika rasa marah tersebut diproyeksikan kepada orang lain, hal ini dapat menghancurkan hubungan keluarga (Smeltzer & Barre, 2002). Berdasarkan study pendahuluan yang peneliti lakukan, didapatkan hasil wawancara pada 5 orang pasien hemodialisis di RSUD D.r Achmad Mochtar didapatkan penggunaan mekanisme koping yang berbeda. Sebagian pasien sudah menerima keadaan mereka tapi ada beberapa pasien yang masih menyangkal dan bersikap diam untuk menghadapi masalah yang sedang mereka hadapi. Kondisi pasien seperti tersebut, menarik perhatian peneliti sebagai calon tenaga keperawatan dimana keperawatan sebagai profesi adalah unik karena keperawatan ditujukan kepada berbagai respon individu dan keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapinya (Potter & Perry, 2009). Depresi merupakan hal yang dapat terjadi pada pasien hemodialisis, tetapi faktor – faktor apa saja yang berhubungan dengan mekanisme koping belum sepenuhnya diteliti. Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan dengan mekanisme koping pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisis.

Item Type: Thesis (Skripsi)
Divisions: Fakultas Ilmu Kesehatan > S1 Keperawatan
Depositing User: lena lena
Date Deposited: 22 Mar 2019 04:17
Last Modified: 16 Aug 2019 07:41
URI: http://repo.upertis.ac.id/id/eprint/217

Actions (login required)

View Item View Item