FADHILA GUSPAYENI, FADHILA GUSPAYENI (2014) Hubungan tingkat ketergandungan dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS)dengan harga diri pasien stroke di poli klinik neurologirumah sakit stroke nasional bukittinggi tahun 2014. Skripsi thesis, STIKes PERINTIS PADANG.
Text
30 FADHILA GUSPAYENI.docx Restricted to Repository staff only Download (416kB) |
Abstract
FADHILA GUSPAYENI(30): 10103084105510 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut taksiran organisasi kesehatan dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Di Amerika Serikat stroke menjadi posisi ketiga penyebab kematian, setelah penyakit jantung dan kanker. Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah penyakit jantung dan kanker. Yayasan stroke Indonesia menyebutkan 63,52% per 100.000 penduduk Indonesia berumur di atas 65 tahun ditaksir terjangkit stroke. Orang yang mengidap penyakit jantung, diabetes, hipertensi, merokok, dan menderita stress mempunyai resiko lebih besar terkena stroke daripada yang tidak. Sebanyak 28,5 % penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita lumpuh sebagian atau total. Hanya 15% saja yang dapat sembuh dari serangan stroke atau kecacatan (Sutrisno, 2012). Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak, yang biasanya merupakan akumulasi penyakit serebrovaskular selama beberapa tahun (Smelzer & Bare, 2002). Stroke atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap gangguan neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui sistem suplai arteri otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk menjelaskan infark serebrum (Price, 2006). Stroke atau cerebrovaskuler accident (CVA) adalah gangguan pada aliran darah serebral akibat emboli, perdarahan atau trombosis. Gejala dan tanda-tandanya bervariasi menurut durasi, luas dan lokasi kerusakan jaring kontinensia feses dan urin, koma; paralisis ekdtremitas dan defisiensi bicara (afasia) (Hincliff, 2009). Stroke adalah suatu sindrom klinis dengan karakteristik kehilangan fungsi otak fokal akut yang mengarah ke kematian, dimungkingkan karena perdarahan spontan pada substansi otak (perdarahan intracerebral primer atau perdarahan subaraknoid yang secara berurutan menjadi stroke hemoragik) atau tidak tercukupinya suplai darah yang menuju bagian dari otak sebagai akibat dari aliran darah yang lambat atau rendah, trombosis, atau emboli yang berhubungan dengan penyakit pembuluh darah, jantung, atau darah (stroke iskemik atau infark cerebal) (Hankey, 2002). Stroke dapat disebabkan oleh adanya bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher (thrombosis), terdapatnya bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain (embolisme serebral), terjadinya penurunan aliran darah kearah otak (iskemia), pecahnya pembuluh darah serebral dengan perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak (hemoragi serebral). Sehingga menyebabkan penghentian suplai darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen gerakan, berfikir, memori, bicara, atau sensasi (Smeltzer & Bare, 2002). Pervalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12.1 per mil. Pervalensi stroke berdasarkan diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8%), di ikuuti DI Yogyakarta (10,3%), Bangka Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil, dan di Sumatera Barat sendiri sebesar (7,4%). Prevalensi stoke bardasarkan terdiagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat di Sulawesi Selatan (17.9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil, sedangkan di Sumatera Barat sebesar (12,2%) (RISKESDAS, 2013). Diambil dari penelitian A Rochester, MN tahun 2001, dimana stroke dapat menyebabkan kelumpuhan pada anggota badan, hilangnya sebagian ingatan atau kemampuan bicara; 27% tidak mempunyai sisa kecatatan fisik, 24% masih mengalami cacat ringan, 23% mempunyai kecacatan sedang, 11% punya cacat mencolok dan hanya 6% yang mengalami cacat berat (Gordon, 2008). Adapun kecacatan yang dialami oleh penderita stroke meliputi ketidakmampuan berkomunikasi, dan kehilangan motorik, seperti keterbatasan dalam melakukan aktivitas dan perawatan diri (Smelzer & Bare, 2002). Pada pasien stroke sering terjadi ketidakmampuan perawatan diri pada pasien. Ketidakmampuan perawatan diri merupakan akibat terjadinya kelemahan pada ekstremitas dan penurunan fungsi mobilisasi pada pasien, sehingga dapat menghambat pemenuhan aktifitas kehidupan sehari-hari (AKS). Aktivitas didefenisikan sebagai suatu aksi energetik atau keadaan bergerak. Semua manusia yang normal memerlukan kemampuan untuk dapat bergerak. Kehilangan kemampuan bergerak walaupun dalam waktu yang singkat memerlukan tindakan-tindakan tertentu yang tepat. Kemampuan beraktivitas dan mobilitas berbeda pada setiap individu, tergantung pada kebiasaan hidup serta kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari (Priharjo, 2006). Hampir 70% pasien stroke mengalami masalah emosional dikarenakan ketidakmampuan untuk mengekspresikan dirinya sendiri akibat masalah bahasa, dan ketidakmampuan dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (misalnya: mandi, mengenakan baju, dan buang air). Kepercayaan dan pengharapan penuh terhadap pasien sangat diperlukan dalam pencitraan harga diri yang baik bagi pasien. Namun masalah emosional akan timbul lebih lanjut apabila mereka menyadari dampak penuh stroke atasa kemandirian mereka (Vallery, 2007). Penderita stroke dengan tingkat kemandirian yang rendah berdasarkan penilaian indeks barthel memiliki hubungan yang signifikan dengan distress emosional (r=0,57, p<0,001). Salah satu distress emosional yang terjadi pada penderita stroke yakni depresi yang diakibatkan rendahnya harga diri pasien karena ketidakmampuan dalam menjalani kehidupan sehari-hari seperti sebelum terkena serangan stroke. Ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dianggap oleh penderita stroke sebagai beban bagi keluarga ataupun orang lain. Hal ini muncul disebabkan rendahnya harga diri pasien stroke (Thomas & Lincoln, 2008). Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang dicapai dengan menganaliasis seberapa banyak kesesuaian tingkah laku dengan ideal dirinya. Harga diri diperoleh dari diri sendiri dan orang lain yaitu dicintai, dihormati dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya rendah bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau diterima lingkungan (Suliswati, 2005). Harga diri yang rendah merupakan masalah bagi banyak orang dan diekspresikan melalui tingkat kecemasan yang sedang sampai berat. Umumnya disertai dengan evaluasi diri yang negatif membenci diri sendiri dan menolak diri sendiri (Keliat, 2003). Hasil penelitian Rahmawati (2010) Pengaruh Peran Keluarga Terhadap Harga Diri Pasien Stroke di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Margono Soekarto Purwokerto menemukan 82,2% penderita stroke memiliki harga diri rendah yang disebabkan oleh penerimaan diri penderita stroke terhadap fungsi mobilitas yang rendah. Berdasarkan data di RSSN Bukittinggi didapatkan angka kejadian stroke 2 tahun terakhir ini yaitu tahun 2012 adalah 1816 kasus dan tahun 2013 adalah 1937 kasus dengan rata-rata jumlah pasien 161 orang perbulan. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah kasus kejadian stroke setiap tahunnya. Survey awal yang peneliti lakukan pada tanggal 22 April 2014 di Poliklinik Neurologi kepada 8 orang responden yang mengalami stroke didapatkan 12,5% responden berada pada tingkat ketergantungan berat, 37,5% responden berada pada tingkat ketergantungan sedang, 37,5% responden berada pada tingkat ketergantungan ringan, dan 12,5% responden mandiri dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-harinya. Serta ada 50% responden merasa belum bisa menerima keadaanya, hal ini disebabkan adanya perasaan tidak berguna pada usia mereka yang produktif, 25% responden lebih bersifat membenci dirinya sendiri karena responden tidak mau berkumpul dan berinteraksi dengan orang lain disebabkan adanya perasaan tidak berharga, dan ada 25% responden lebih bersifat konstruktif, mereka meyakini keadaanya akan kembali seperti semula dan mereka optimis masih bisa berguna walaupun dalam kondisi sakit. Berdasarkan apa yang telah dikemukakan di depan, ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari yang di alami pasien stroke dapat menimbulkan rendahnya harga diri pasien stroke. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Tingkat Ketergantungan Dalam Pemenuhan Aktivitas Kehidupan Sehari-hari (AKS) dengan Harga Diri Pasien Stroke di Poliklinik Neurologi RSSN Bukittinggi Tahun2014”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah ada hubungan tingkat ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dengan harga diri pasien stroke di Poliklinik Neurologi RSSN Bukittinggi tahun 2014? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui hubungan tingkat ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dengan harga diri pasien stroke di Poliklinik Neurologi RSSN Bukittinggi tahun 2014. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Diketahui distribusi frekuensi tingkat ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) pasien stroke di Poliklinik Neurologi RSSN Bukittinggi tahun 2014. 2. Diketahui distribusi frekuensi harga diri pasien stroke di Poliklinik Neurologi RSSN Bukittinggi tahun 2014. 3. Diketahui hubungan tingkat ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dengan harga diri pasien stroke di Poliklinik Neurologi RSSN Bukittinggi tahun 2014. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti Menambah pengetahuan dan memperluas wawasan serta keterampilan peneliti dalam penerapan ilmu di bidang studi riset keperawatan, serta menambah pengetahuan peneliti tentang hubungan tingkat ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dengan harga diri pasien stroke. 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Hasil penelitian ini dapat dijadikan koleksi pustaka dan untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam hal pengembangan potensi tenaga perawatan serta sebagai data dan hasil penelitian yang dapat dijadikan dasar atau data pendukung untuk penelitian selanjutnya. 1.4.3 Bagi Lahan Menjadi bahan pertimbangan untuk kebijakan dalam memberikan pendidikan kesehatan pada penderita stroke untuk dapat meningkatkan harga dirinya. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan tingkat ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari (AKS) dengan harga diri pasien stroke di Poliklinik Neurologi RSSN Bukittinggi. Penelitian ini dilaksanakan tanggal 7 Juli - 7 Agustus 2014. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien stroke yang berkunjung ke Poliklinik Neurologi RSSN Bukittinggi. Penelitian ini dilaksanakan karena peneliti ingin mengetahui tentang hubungan tingkat ketergantungan dalam proses pemenuhan aktivitas sehari-hari terhadap harga diri pada pasien stroke. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif korelasi yaitu melihat hubungan variable independen dengan variable dependen dengan pendekatan croos sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik accidental sampling. Variabel independen dalam penenlitian ini adalah tingkat ketergantungan dalam pemenuhan aktivitas kehidupan sehari-hari dan variable dependen adalah harga diri. Alat pengumpulan data yang digunakan adalah indeks barthel dan kuisioner.
Item Type: | Thesis (Skripsi) |
---|---|
Subjects: | R Medicine > RT Nursing |
Divisions: | Fakultas Ilmu Kesehatan > S1 Keperawatan |
Depositing User: | lena lena |
Date Deposited: | 26 Mar 2019 08:20 |
Last Modified: | 16 Aug 2019 07:05 |
URI: | http://repo.upertis.ac.id/id/eprint/227 |
Actions (login required)
View Item |